
Uang bukan segalanya — tapi tak bisa dipungkiri, hampir segalanya membutuhkan uang. Dari makanan yang kita makan, pakaian yang kita kenakan, hingga tempat kita berteduh, semuanya terhubung dengan nilai tukar yang disebut uang. Maka wajar jika banyak orang menjadikannya tujuan utama dalam hidup. Namun, di balik kebutuhan itu, tersimpan pelajaran yang lebih dalam tentang makna, nilai, dan keseimbangan.
Uang adalah alat, bukan makhluk hidup. Ia tidak punya niat, tidak mengenal kasih, dan tidak mampu memberi kedamaian sejati. Ia bisa membeli ranjang empuk, tapi bukan tidur nyenyak. Ia bisa membeli obat, tapi bukan kesembuhan. Ia bisa membeli rumah megah, tapi bukan rasa hangat di dalamnya.
Kita semua butuh uang — itu kenyataan. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita memperolehnya, menggunakannya, dan menempatkannya dalam hidup kita. Uang dapat menjadi pelayan yang baik, namun menjadi tuan yang kejam. Bila hidup hanya berputar di sekeliling angka dan harta, maka hati akan kehilangan arah. Tapi bila uang dijadikan sarana untuk memberi, menolong, dan memperbaiki hidup orang lain, maka ia berubah menjadi berkat.
Uang memang bisa membuka banyak pintu, tetapi bukan semua pintu membawa kita ke kebahagiaan. Kadang, pintu yang sederhana — tempat di mana ada kejujuran, rasa syukur, dan cinta — justru memberi ketenangan yang tak ternilai.
Maka, janganlah malu mengakui bahwa kita butuh uang. Namun jangan pula biarkan uang menguasai hidup kita. Gunakan ia sebagai jembatan, bukan tujuan. Karena pada akhirnya, yang memberi nilai pada uang bukan jumlahnya, tetapi hati yang menggunakannya.
“Uang dibutuhkan untuk hidup, tetapi bukan untuk menentukan nilai hidup.”
Penulis: Gpt
Pencetus Gagasan: Anton Sulistiyono.